“Ayo,
dong!! Kalau tak cepat kita bisa terlambat!”teriak Lucia kepada
temannya, Eric. “Iya, tunggu bentar, tali sepatuku lepas, lagian kamu
juga yang salah, bangun kok jam 6?” jawab Eric. Lucia malas menjelaskan,
jadi ia hanya diam dan mendengus kesal.
“Jangan
banyak tanya, aku begadang ngerjain PR, tau!”jelas Lucia. Dan Eric pun
selesai mengikat tali sepatunya yang lepas. Mereka berdua lari ke
sekolah, dan sampai tepat sebelum bel berbunyi.
“Untung
enggak terlambat, kalau terlambat, bisa-bisa kita dimarahi guru piket
yang galak itu!” ujar Lucia, lega. Eric hanya manggut-manggut, dia
sedang memperhatikan teman baiknya sejak kecil itu.
Bagi
Eric, Lucia sudah seperti saudaranya. Setiap hari pergi dan pulang
sekolah bersama, belajar bersama. Tapi mereka tetap saja sering
bertengkar karena masalah sepele. Dan biasanya Eric yang mengalah. Sebab
dia tahu sifatnya Lucia, keras kepala namun baik hati dan bisa
diandalkan.
Bel
sekolah berbunyi, menandakan seluruh siswa SMP Tunas Bangsa
dipersilahkan pulang, kecuali yang ada kegiatan ekskul di sekolah.
Lucia
dan Eric mengikuti ekskul Karate yang diadakan setiap hari Rabu
sepulang sekolah. Lucia dan Eric sama hebatnya, sudah hampir mencapai
“sabuk hitam” yang menjadi impian mereka. Guru pembina sangat salut pada
mereka atas prestasi tersebut.
“Pulang
bareng lagi kan, Lucia?” tanya Eric. Lucia mengangguk sambil memukul
pundak Eric. Eric langsung mengerti, itu artinya Lucia minta tunggu
sebentar, kalau bukan ke toilet ya, mau jajan dulu. Setelah Lucia
kembali, mereka pulang.
Rumah
mereka bersebelahan, kedua orangtua mereka sudah berteman akrab. Ayah
Lucia dan ayah Eric adalah rekan kerja, sedangkan kedu ibu mereka adalah
teman sejak SD yang bertemu kembali ketika Eric pindah rumah ketika
masih TK.
Lucia
mempunyai cita-cita, yaitu menjadi orang yang berguna untuk orang lain.
Dia ingin menjadi dokter gigi. Sedangkan Eric, mempunyai cita-cita
menjadi dokter anak, atau guru olahraga.
Ya,
Eric memang senang pada kekuatan fisik. Sedangkan Lucia menyukai fisik
dan ilmu pengetahuan. Mereka menjadi saingan di kelas. Dalam pelajaran,
mencari teman, bahkan dalam kekuaan fisik. Tapi sebenarnya, mereka
saling menyayangi seperti saudara.
“Eric, kamu udah ngerjain PR IPA belum? Kalau udah, kita tanding yuk, siapa yang dapat nilai paling tinggi!” tantang Lucia.
Eric dengan gemas menjawab “Terserah! Aku lagi gak niat nih, capek tanding terus”.
“Ayo,
anak-anak, duduk semua! Ada pengumuman penting dari pihak sekolah!”
teriak Bu Guru yang baru saja masuk ke kelas. Setelah semua murid duduk,
Bu Guru pun mengutarakan maksudnya
“Anak-anak,
untuk menyambut hari ulang tahun sekolah ini, kalian para siswa siswi
kelas 1 SMP akan mengadakan acara. Untuk kelas kita, Ibu usulkan
Festival Olahraga, ada yang punya usul lain?” jelas Bu Guru. Setelah
menunggu beberapa saat, Bu Guu bicara lagi.
“Sepertinya
semua setuju, ya? Baiklah, kalau begitu usulan kelas kita kepada Kepala
Sekolah adalah mengadakan Festival Olahraga, dan untuk ketua panitia
mungkin Eric saja ya? Yang lain bagaimana? Setuju semuanya?”.
“Seetujuuuu!!!!!!!!!!”
Eric dan Lucia yang jago di bidang olahraga pun senang. Lucia langsung menghampiri Eric yang sedang melamun.
“Ketua!
Jangan melamun terus dong! Kita harus menyusun rencana untuk
melaksanakan Festival Olahraga nanti. Dan aku mau, di festival nanti ada
pertandingan basket, baseball, sepak bola dan lomba lari. Kurasa cukup
segitu saja. Atau ada yang mau ditambahkan?” ujar Lucia panjang lebar.
Tidak
ada respon dari Eric. Lucia yang sedang panas-panasnya, langsung
membentak Eric. “Ketua bodoh! Dari tadi usul wakilnya gak pernah
ditanggapin! Ketua apaan nih? Masa’ harus digetok dulu sih, kepalanya
biar nyadar?”.
Eric yang sedang bingung, kaget mendengar perkataan Lucia. Dan terjadilah adu mulut antara mereka berdua.
“Kamu
tuh gak punya pengertian apa?! Aku tuh lagi pusing tau! Gak perlu
teriak-teriak di dekat aku! Terserah kamu aja deh, mau festival apa dan
lomba apa! Aku lagi gak mau ambil pusing sama kamu!” teriak Eric sambil
berlalu ke halaman belakang sekolah. Lucia pun mengikuti karena
keheranan.
Untuk
pertama kalinya Lucia melihat Eric murung. Lucia pun mengalah dan minta
maaf. Setelah Eric memaafkannya, Lucia pun bertanya “Ada apa, Eric? Kok
kamu murung? Mukamu kelihatan kusut tuh, belum disetrika ya?”. “iya,
belum disterika, Kenapa? Kamu mau nyetrika mukaku? Memang setrikanya
udah panas?” sahut Eric.
“Mau
saja sih aku menyetrika mukamu yang kusut itu, tapi udah dicuci belum?
Kalau belum dicuci, ntar setrikaku yang rusak” canda Lucia. Mereka pun
tertawa bersama.
“Aku
sedang kesal, nih. Habisnya ada anak kelas 2 yang nantangin aku main
basket dan baseball, anaknya ada dua, waktunya bersamaan, apa yang harus
ku tanggapi, ya? Basket atau baseball?” jelas anak yang sedang murung
ini.
Lucia
mendengarkan dengan eksama cerita Eric yang sedang kebingungan. Dan
Lucia mengungkapkan pendapatnya “Gak usah ditanggepin deh, anak kelas 2
yang galak itu, lebih baik kamu biarkan saha mereka, kalau menganggumu,
pukul saja dengan jurus karatemu”.
“
Tapi kalau ku biarkan, mereka akan melukai semua anak di kelas kita,
sepertinya mereka juga mengancam akan membuatku malu di depan orang
banyak jika aku melapor pada guru atau kepala sekolah” ujar Eric, lesu.
Lucia berpikir keras, dan akhirnya ia menemuukan sebuah ide, namun cukup
gila untuk mengatakan ini adalah ide yang masuk akal.
“Kedua
anak kelas 2 itu kan tidak saling kenal, bagaimana kalau aku menyamar
menjadi kamu, untuk mengikuti pertandingan basket, sedangkan kamu
mengajak kakak kelas yang lain untuk bertanding baseball di tempat lain,
jadi gak ketahuan kalau ada 2 Eric. Lagian wajah kita mirip banget,
udah kayak saudara kembar, kan?” Lucia menjelaskan ide gilanya.
Eric
yang kaget, hanya bisa mengikuti perkataan Lucia, setelah melihat Lucia
mengepalkan tangannya kepada Eric. Dan tibalah hari pertandingan
tersebut.
“Lucia,
kau beneran akan menyamar sebagai aku? Suara dan wajah kita memang
mirip, tapi postur tubuh kan beda banget!” ujar Eric. Dan Eric pun
mendapat satu pukulan dari Lucia.
“Jangan
mentang-mentang aku cewek, kamu bilang postur tubuh beda jauh dong! Aku
kan sengaja pake baju yang gede, biar mirip kayak kamu, bodoh!” teriak
Lucia (kata-kata kasarnya jangan ditiru, ya).
Eric
hanya menganga melihat Lucia memakai pakaian anak cowok. “memang iya,
sih, kalau Lucia pake baju kayak gitu, beneran mirip kayak anak cowok”
gumam Eric dalam hati.
Lucia,
eh maksudnya Eric ke-2 bertanding basket. Sedangkan Eric yang asli
mengikuti pertandingan baseball. Dan…. “YES! Aku menang! Dengan begini
penyamaranku berhasil!” teriak Lucia dalam hati.
Namun
keceriaannya berubah ketika melihat sesuatu yang ganjil. Para pemain
basket yang tadi, nampak berubah. “Ya ampun! Ternyata mereka perempuan!
Pantas saja tadi, aku merasa kekuatan mereka hampir sama denganku. Tapi
kenapa mereka menyamar menjadi laki-laki?” gumam Lucia.
Salah
satu dari para perempuan itu maju dan berkata “Kami ini hanya ingin
melihat, seberapa mampu anak yang bernama Eric, yang katanya jago main
basket, kami hanya ingin menguji, seberapa besar nyali Eric untuk
mengahadapi lawan yang senior”.
“Kami
juga ingin melihat, apa reaksinya ketika dia tahu bahwa lawannya adalah
perempuan, tapi ternyata, yang datang malah temannnya, perempuan lagi!
kau takkan bisa menipu mata kami dengan penampilan seperti itu, sebab
tetap saja postur tubuh kalian berbeda, tega sekali si Eric itu,
menyuruh perempuan untuk menggantikannya” lanjut mereka.
“Eric
bukan orang seperti itu, lagi pula aku yang ingin menggantikannya,
karena dia juga ada pertandingan dengan anak kelas 2 dalam bidang
baseball, lagian kalian kakak kelas yang tidak ada kerjaan malah
menganggu anak kelas 1. anak cowok lagi. kalau anak cewek sih gak apa”
ujarku.
“kalau
kalian mau membukikan perkataanku, datang saja ke lapangan taman
baseball di dekat sini, kalian akan melihat, Eric yang asli berjuang
demi teman-teman sekelasnya!” teriak Lucia, panjang lebar sambil lari ke
lapangan baseball.
Terpaksa
kakak kelas tadi mengikuti Lucia untuk membuktikan perkataan Lucia.
Salah seorang dari mereka mengikuti Lucia untuk mencari satu kepastian
yang berbeda dari teman-temannya.
“Eric!!!
Kamu menang kan?” teriak Lucia dari jauh. Eric memalingkan pandangannya
ke arah Lucia yang beru saja sampai di lapangan. Eric ikut berteriak
“Ya! Aku menang melawan mereka dengan tim baseball dadakan yang kubuat
sendiri! Kamu sendiri menang tidak?”.
“Ya!
Aku menang melawan kakak kelas yang ternyata perempuan” ujar Lucia.
Eric yang sudah mendekat ke arah Lucia terkejut. “Jadi kakak ini
pacarnya ketua tim lawanku? Tadi aku memukul bola dan mengenai
kepalanya. Saat pingsan ia mengigau tentang basket dan seorang gadis
berambut coklat panjang bernama Karina” jelas Eric kepada kakak kelas
yang tadi bicara dengan Lucia.
“Ya!
Kami hanya ingin menguji persahabatan kalian yang sudah terjalin sejak
kecil. Jangan sampai berujung buruk seperti aku dan Ben yang tadi Eric
buat pingsan”.
Lucia dan Eric heran…
“Kami mendengar ada anak kelas yang
bersahabat baik sejak kecil dan kulihat kalian sangat akrab. Kami ingin
menguji keakraban kalian sampai dimana. Aku yang menyusun rencana ini
agar kalian tidak kehilangan sahabat seperti aku dan Ben yang khilangan
sahabat baik kami karena mereka salah paham” ujar Karina panjang lebar.
“Tak
apa, Kak. Kami sangat senang atas perhatiannya. Aku dan Eric juga minta
maaf karena telah membuat kakak dan pacar kakak kesusahan. Karena
rencana kak Karina dan Kak Ben, kami jadi saling tolong menolong. Tapi
darimana kakak tahu, kalau kami sdang bertengkar?” tanya Lucia.
“Aku
tahu dari teman sekelas kalian. Katanya kalian sedang bertengkar untuk
menentukan cabang olahraga di festival nanti, kalian saling berselisih
pendapat lagi dan akhirnya beretengkar sungguhan, padahal biasanya
kalian hanya bertengkar canda kan?”jelas Kak Karina. Lucia hanya
mengangguk.
Sejak
saat itu, Lucia dan Eric tidak pernah bertengkar lagi. mereka kini
selalu berependapat sama, kalau pun berebeda pendapat, mereka akan
menggunakan akal untuk menyatukan pendapat masing-masing.
Mereka
pun sering bermain bersama Kak Karina dan Kak Ben ketika hari libur.
Bahan kalau mau ada ulangan atau ujian, mereka berempat belajar bersama.
Lucia dan Eric pun mengerti artinya persahabatan sejati. Yaitu saling
adanya toleransi.
Mereka
yang dulunya bersahabat namun selalu bertengkar, kini menjadi
bersahabat dengan bertengkar sebatas candaan belaka… Sadar, mereka sudah
sadar…
Festival
Olahraga pun dimulai. segala susunan acara yang kami buat berjalan
dengan sangat lancar. semua siswa bersenang-senang mengikuti berbagai
perlombaan. ada juga yang membuka stand untuk berjualan. pokoknya, acar
Festival Olahraga SMP Tunas Bangsa sukses besar!!
Persahabatan
itu merupakan hal terindah yang bisa dimiliki siapapun… dan kita yang
memlikinya, bersyukurlah… kini aku pun akan menjaga persahabatanku
dengan sahabat-sahabatku yang tersayang…..
Maz Qowiy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar